Pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pembangunan Indonesia
CIKARANG, 25 Januari 2019 – Indonesia sedang membuat kemajuan dalam upayanya untuk membangun infrastruktur dan memperbaiki industri manufaktur, ungkap sebuah laporan baru dari Bank Dunia, tetapi masih ada lebih banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kapasitas dalam berinovasi. Untuk itu, laporan Putting Higher Education to Work: Skills and Research for Growth in East Asia (Penerapan Hasil Pendidikan Tinggi dalam Dunia Kerja: Keterampilan dan Penelitian untuk Pertumbuhan di Asia Timur) menyoroti peranan penting perguruan tinggi di Indonesia dan di seluruh kawasan regional. Menurut laporan tersebut, perguruan-perguruan tinggi di negara-negara berkembang di Asia Timur masih kurang membekali para lulusan mereka dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
“Perusahaan manufaktur maupun jasa mencari pekerja yang memiliki keterampilan untuk menyelesaikan masalah, keterampilan berkomunikasi, keterampilan manajemen dan keterampilan lain yang akan mendukung peningkatan produktivitas. Namun, persepsi perusahaan dan premi upah keterampilan (wage skill premiums) menunjuk kepada kesenjangan dalam bidang-bidang keterampilan tersebut dari tenaga profesional yang baru dipekerjakan” kata Ekonom Utama Bank Dunia Emanuela di Gropello, penulis utama laporan ini.
Di Indonesia, perusahaan-perusahaan mengakui bahwa lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan teknis dan kejuruan masih dapat melakukan lebih banyak hal untuk membekali pekerja dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Universitas dan lembaga-lembaga penelitian juga mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kerjasama di bidang penelitian yang akan membantu mengembangkan dan menerapkan teknologi-teknologi baru guna mendorong pertumbuhan.
“Perguruan tinggi yang menyelenggarakan keterampilan dan penelitian yang tepat dapat membantu negara-negara seperti Indonesia untuk menjadi lebih produktif, lebih inovatif dan lebih mampu mempertahankan tingkat pertumbuhan di suatu lingkungan global yang kompetitif,” kata Direktur Tingkat Negara Bank Dunia untuk Indonesia, Stefan Koeberle. “Bank Dunia berkomitmen untuk mendukung rencana jangka panjang Pemerintah Indonesia di sektor pendidikan tinggi dengan berupaya membantu universitas-universitas negeri untuk menjadi lebih otonom dan lebih akuntabel seraya meningkatkan kualitas, relevansi, efisiensi dan akses pendidikan.”
Laporan tersebut menyampaikan tiga bidang prioritas di mana kebijakan publik di negara-negara berkembang di Asia Timur dapat memainkan peranan yang konstruktif dalam meningkatkan hasil-hasil pendidikan tinggi:
Pembiayaan yang lebih efisien dan efektif
- Menyediakan pembiayaan dan insentif yang memadai untuk kegiatan penelitian
- Memprioritaskan bidang-bidang yang kurang mendapatkan pendanaan seperti sains dan rekayasa
- Menyediakan beasiswa dan dana pinjaman yang memadai bagi masyarakat miskin dan kurang beruntung
Pengelolaan perguruan tinggi negeri yang lebih baik
- Memperbaiki pengelolaan perguruan tinggi negeri yang menampung 70 persen dari seluruh mahasiswa di negara-negara Asia Timur, dengan mendorong otonomi dan akuntabilitas yang lebih besar.
- Otonomi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan di bidang-bidang seperti kurikulum akademis, penyediaan staf dan penganggaran perlu didorong.
- Akuntabilitas dapat ditingkatkan dengan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab yang lebih besar kepada perguruan tinggi dan badan pimpinannya dan dengan menyediakan informasi kepada mahasiswa untuk memilih dan pindah perguruan tinggi.
Kepengurusan sistem pendidikan tinggi
- Memberikan insentif yang memadai kepada perguruan tinggi swasta agar mereka dapat lebih membantu pemerintah dalam meningkatkan angka partisipasi dan memperkuat keterampilan
- Memastikan hubungan yang lebih kuat antara dunia industri dan universitas
- Memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh pasar pendidikan tinggi internasional
“Dengan bertambahnya penduduk yang berusia lanjut, negara-negara berkembang di kawasan ini menghadapi tantangan untuk mencapai pertumbuhan yang dihasilkan oleh peningkatan produktivitas. Pendidikan tinggi akan menjadi semakin bermakna ketika negara-negara berhasil lepas dari perangkap penghasilan menengah” kata James W. Adams, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Ikhtisar Negara: INDONESIA
Meskipun telah terjadi peningkatan, pendidikan tinggi dapat memberikan kontribusi yang bahkan lebih besar lagi untuk agenda pembangunan Indonesia.
Sebagai bagian dari kelompok negara berpenghasilan menengah dan berteknologi menengah ke bawah, Indonesia sudah mulai mencapai jenjang teknologi yang lebih tinggi dan memfasiltasi asimilasi teknologi dengan menjadi lebih terbuka, mempromosikan industrialisasi, membangun infrastruktur dan meningkatkan industri manufaktur. Namun, kapasitas untuk melakukan inovasi masih sangat lemah. Dalam konteks ini, pendidikan tinggi dapat memainkan peranan penting dalam mendukung peningkatan daya saing dan pertumbuhan karena pendidikan tinggi menyediakan keterampilan dan penelitian tingkat tinggi untuk menerapkan teknologi saat ini maupun mengasimilasi, menyesuaikan dan mengembangkan teknologi-teknologi baru. Keterampilan dan penelitian merupakan dua faktor pendorong produktivitas.
Meskipun selama ini telah ditandaskan pentingnya akses ke pendidikan tinggi, para lulusan pendidikan tinggi masih belum memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh sebagian besar perusahaan.
Permintaan untuk lulusan pendidikan tinggi akan tetap ada. Namun, selain berfokus pada akses, untuk mencapai status teknologi dan produktivitas yang lebih tinggi, Indonesia perlu berfokus pada penanganan beberapa kesenjangan keterampilan yang diperlihatkan oleh para lulusan pendidikan tinggi di Indonesia (tantangan kualitas).
Perusahaan mengharapkan para pekerja – terutama yang berpendidikan tinggi – untuk memiliki keterampilan teknis, perilaku dan berpikir dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan perusahaan. Perusahaan membutuhkan pekerja yang memiliki keterampilan di bidang sains, teknologi, rekayasa dan matematika (STEM). Mereka juga membutuhkan pekerja yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah dan keterampilan kreatif guna mendukung sektor manufaktur yang bernilai tambah lebih tinggi, serta keterampilan bisnis, berpikir dan berperilaku untuk sektor jasa yang lebih produktif. Banyak perusahaan menghadapi tantangan dalam mempekerjakan lulusan pendidikan tinggi yang tidak mempunyai keterampilan yang tepat. Kesenjangan keterampilan yang cukup besar terdapat di industri jasa, sektor ekspor dan sektor padat teknologi yang menggambarkan hambatan yang sangat serius untuk inovasi dan produktivitas di Indonesia. Perusahaan dan karyawan mendapati bahwa kesenjangan yang cukup besar terjadi pada keterampilan kreatif, kepemimpinan dan penyelesaian masalah. Namun, keterampilan bahasa Inggris dan teknis (khususnya pengetahuan praktis tentang pekerjaan) secara umum disebutkan sebagai kelemahan penting. Dan, karena hanya memiliki kurang dari 30 persen lulusan di bidang sains dan rekayasa, Indonesia berada di bawah rata-rata regional. Yang cukup penting, akses masih belum merata di seluruh kelompok penduduk di mana penduduk pendesaan jauh lebih kecil kemungkinannya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi daripada penduduk perkotaan, sehingga membatasi ‘talent pool’ untuk pendidikan tinggi.
Dan jauh lebih banyak yang masih harus dilakukan dalam penelitian
Indonesia juga perlu mengalihkan investasi ke peningkatan kapasitas penelitian, terutama di perguruan tinggi. Penelitian yang berkualitas memungkinkan universitas mencetuskan ide-ide bagi dunia usaha dan menyumbang kepada pengembangan teknologi di perusahaan-perusahaan dengan menghasilkan pengetahuan dan inovasi teknologi. Pengeluaran yang rendah di bidang penelitian dan pengembangan (Litbang) serta jumlah perizinan dan paten yang sedikit menunjukkan rendahnya kapasitas penelitian dan inovasi. Hal ini juga diperlihatkan oleh rendahnya persentase pengajar yang memiliki gelar PhD (kurang dari 20 persen). Selain itu, sangat sedikit hasil penelitian universitas yang dimanfaatkan perusahaan-perusahaan untuk mendukung peningkatan teknologi mereka.
Diskoneksi pendidikan tinggi
Di kawasan regional, pendidikan tinggi tidak memberikan hasil yang diharapkan karena perguruan-perguruan tinggi “terdiskoneksi” dengan pelaku lain di inti sistem pendidikan tinggi. Di Indonesia, diskoneksi ini terjadi antara perguruan tinggi dan perusahaan-perusahaan dalam penyediaan keterampilan dan penelitian; antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian; antar perguruan tinggi itu sendiri; dan antara perguruan tinggi dan lembaga pendidikan sebelumnya. Misalnya, meskipun perusahaan-perusahaan mengakui relevansi dan adaptabilitas pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (TVET) dengan pasar tenaga kerja, kualitas lembaga-lembaga TVET masih kurang memadai menurut pihak perusahaan. Pengajaran dan penelitian juga seringkali dipisahkan: universitas dan sekolah tinggi secara turun-menurun telah berfokus pada pengajaran sedangkan lembaga-lembaga lain (lembaga penelitian secara tersendiri) mengupayakan penelitian. Kerja sama antara universitas dan lembaga-lembaga penelitian juga masih terbatas. Prestasi yang masih lemah di bidang studi matematika dan sains pada pendidikan sebelumnya, sebagaimana yang diukur dari hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) membatasi kemampuan Indonesia untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik di bidang sains, teknologi, rekayasa, matematika (STEM) dan inovasi pada pendidikan tinggi. Untuk meningkatkan sistem pendidikan tinggi dan menanggulangi diskoneksi tersebut maka Indonesia perlu memperbaiki pembiayaan, pengelolaan dan kepengurusan pendidikan tinggi.
Prioritas Kebijakan
Agar Indonesia dapat bertumbuh lebih cepat dan mencapai pendalaman teknologi yang berkelanjutan, ada dua prioritas utama yang nyata untuk pendidikan tinggi:
- Mengatasi kesenjangan keterampilan dengan menjaga cakupan, meningkatkan kualitas lulusan pendidikan tinggi dan meningkatkan inklusivitas
- Meningkatkan penelitian yang relevan dengan kebutuhan ekonomi di beberapa universitas atau jurusan
Untuk menghadapi tantangan dan keterbatasannya, langkah-langkah kebijakan yang dapat ditempuh Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan prioritas-prioritas tersebut antara lain adalah:
- Meningkatkan penggunaan dan alokasi sumber daya publik (lebih berfokus pada bidang STEM dan pemerataan – perlu memperluas beasiswa berdasarkan kebutuhan; meningkatkan alokasi berdasarkan kinerja)
- Menyelesaikan proses pemberian otonomi kepada universitas (terutama dengan fokus pada penyediaan staf dan keuangan) dan memperkuat peranan dan fungsi dewan-dewan di perguruan tinggi.
- Meningkatkan kualitas sektor pendidikan tinggi swasta yang besar melalui regulasi dan informasi yang lebih baik
- Mendorong hubungan universitas-industri tertentu untuk meningkatkan relevansi kurikulum, mendukung kewirausahaan dan membantu pengembangan teknologi
No comments:
Post a Comment